Rabu, 15 Januari 2020

Bioskop Di Sukabumi Mejadi Kenangan Urip Dan layar Perak

Bioskop Di Sukabumi Mejadi Kenangan Urip Dan layar Perak

Bioskop Di Sukabumi Mejadi Kenangan Urip Dan layar Perak

Seorang pria yang berumur lebih dari setengah abad itu menatap tajam gundukan kain putih kumal di salah satu sudut gudang di area pertokoan Shopping Centre, Kota Sukabumi. Urip namanya yang mengungkapkan istilah layar perak berasal dari kain berwarna putih keperakan berukuran lebar yang memaknai arti lain dari bioskop. Pak Uriplah yang menjadi saksi sejarah keberadaan Shopping Theatre, salah satu bioskop legendaris di Sukabumi dan lokasi bioskop yang sudah gulung tikar ini berada jantung kota Sukabumi atau tepatnya di Jalan Ahmad Yani.

Dahi Urip berkerut-kerut mencoba menggali ingatannya saat berbincang bersama wartawan, pada hari Selasa. Pada dahulu, zaman bioskop memasuki masa jayanya, tugas Urip sebagai penjaga kebersihan dan setelah bioskop itu berganti rupa menjadi kompleks pertokoan elektronik dan ponsel, Pak Urip tetap dipercaya oleh pemilik gedung untuk memegang tugas tersebut. Dulu di lantai dasar ini banyak ruko makanan, ada pertokoan macam-macam jualannya. Penonton masuk ke area bioskop melalui dua tangga besar di depan gedung, kalau boks penjualan tiket ada di lantai bawah dan lantai dua, ujar Urip.

Masih seperti dulu, gedung Shopping Centre terhimpit dua bangunan lain di kiri dan kanan. Dinding yang dulu berwarna polos berganti rupa dengan ragam iklan produk ponsel hingga kartu ponsel dan tentunya Urip sudah mengenal setiap sudut gedung itu karena bekerja sejak akhir 1970. Pada bioskop ini dulu hanya menayangkan film-film barat, tapi sebelumnya ada juga mandarin. Tapi karena berbagi plot, akhirnya hanya khusus film barat. Sementara Capitol menayangkan film mandarin, kalau sekalinya film bagus semua bangku penuh dan daya tampung di atas 250 kursi, saya lupa jumlah tepatnya. Ada kelas VIP dan kelas satu, itu selalu penuh, tutur Urip mengenang.

Selain layar perak, sejumlah sisa peninggalan bioskop masih tersimpan di salah satu sudut ruangan pengaturan kelistrikan gedung. Ada sebuah boks tuas listrik berhuruf timbul yang tulisannya BIOSKOP. Sebagian peralatan sudah ada yang disumbangkan oleh pemilik gedung ke sekolah, kata Urip. Bau asap rokok dan bau pesing pada era 1970, pertama kalinya bioskop hadir di Sukabumi. Namun kini satu persatu bangunan bioskop yang tersisa telah berganti rupa karena tergerus zaman. Hanya tersisa jejaknya yang bertahan menantang pesatnya pembangunan kota.

Sedikitnya ada 11 bioskop yang pernah berdiri di Sukabumi, mulai dari kelas menengah ke bawah hingga yang menyasar kalangan atas dan bagi penggila tontonan layar lebar, tentu mengetahui di setiap bioskop punya ciri khas. Mulai dari yang berlantai tanah dengan kursi deret kayu hingga berlantai polesan semen berbangku empuk. Bioskop kelas atas dibagi menjadi balkon, VIP dan Kelas 1. Balkon itu posisinya di atas, bisa dibilang berhadapan dengan layar dan kelas lainnya di bangku berderet agak miring ke bawah. Deretan depan yang dekat dengan layar, paling pegal, karena nonton sambil mendongak ke atas, kata I Hendy Faizal, anggota komunitas Soecinema kepada wartawan.

Dari seorang pria yang akrab disapa Egon itu mengaku penggemar berat tontonan layar lebar dan dirinya masih ingat pernah memasuki gedung bioskop Garuda. Menurutnya, bioskop itu masuk ke deretan kelas bawah karena harga tiket yang terjangkau. Dinding bilik, banyak tumila (kutu busuk). Memang bioskop itu karcisnya hanya sekitar Rp 100. Paling terkenal adalah aroma pesing karena banyak yang buang air sembarangan, ucap Egon tertawa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SPG Di Kaltim Mencuri Kosmetik Hingga Ratusan Juta Rupiah

SPG Di Kaltim Mencuri Kosmetik Hingga Ratusan Juta Rupiah Ada seorang SPG di Samarinda, Kalimantan Timur yang harus berurusan dengan ap...